Friday, August 23, 2013

Jendela Dunia

“A house without books is like a room without windows.” ― Horace Mann

(Bersambung)

Wednesday, August 7, 2013

Cinta di Atas Lapak

Sebagai preman, aku kenal seluruh penghuni Pasar. Rata-rata mereka berjualan secara turun temurun. Begitu pula aku sebenarnya. Dulu Bapak menjual ikan di pasar ini. Aku besar di pasar ini. Aku minggat sekolah juga untuk pergi ke pasar ini. Tetapi aku lebih memilih menjadi preman dibandingkan menjual ikan. Terkesan lebih bergengsi. 
Banyak penjual ikan di pasar selain Bapak. Misalnya Tohir yang menggantikan Mang Jalal. Begitupun si Udin Bonceng. Namun ada pula yang  berubah haluan macam Si Mamat jadi penjual sayur. Beberapa orang tua macam Uwak Deri masih terus berjualan ikan meramaikan pasar. Orang-orang itu sangat menyenangkan dan seperti keluarga saja. 
Kecuali seorang diantara mereka yang membuatku kurang senang. Si Aziz Lele. Sebenarnya ikannya termasuk paling laris di pasar. Tidak sampai siang menjelang, selalu habis terjual. Setorannya pun tak pernah macet.
Kegiatannya setelah usai menjual ikan itu lah yang membuatku tidak menyukainya. Dia menjual cinta. Bongkahan cinta dipajangnya di lapak bekas dia menjual ikan. Bertahun-tahun. Awalnya emaknya yang menjual. Tidak ada satu pun yang pernah membeli. Bergerusnya waktu. Emaknya semakin tua dan tidak sanggup lagi berjualan. Kupikir setelah emaknya pensiun, tidak akan ada lagi penjual cinta di pasar kami. Ternyata, tidak demikian.
Cerita selengkapnya baca di Annida-Online.com

 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger