Thursday, July 25, 2013

Novel : Tukar Raga (2)

Setelah tiga hari disekap dalam penjara. Aku dikeluarkan. Pembunuhnya katanya telah diketemukan. Tidak jelas benar siapa pembunuh yang dimaksud. Aku bersyukur. Bukan aku yang menanggung beban itu. Walaupun aku tak yakin apakah aku yang membunuh atau tidak.

Kutuju rumah kostku sendiri. Aku tidak pulang ke kostan Romeo. Aku rindu tempat tidurku yang nyaman dan empuk. Ingin sekali rasanya merebahkan tubuh sekaligus meluruskan tulang-tulang yang rasanya dibungkus pegal. Atau berendam di bathtub dengan air hangat-hangat kuku.

Memasuki pekarangan kostku. Kudapati langsung sosok Juliet berkelebat. Ingin kupanggil tapi rasanya tatapan sinis itu tidak mengundang sahabat.

"Hai, Rom!"
Vonny si gadis jilbab yang ramah menyambutku dengan senyum.
"Di sini, Von?"
"Iya, main ke tempat Juliet."
"Main ke sini Rom?" pertanyaan Vonny terkesan menyelidik.
Aku bingung menjawab.
"Marsya ada ngirim kabar, Rom?"
Aku mengerutkan kening.
"Kamu tidak tahu, Von?"
"Apa?"
"Marsya sudah meninggal."
"Ah, yang benar, Rom" terkejut ekspresi Vonny.
"Dia dibunuh."
Vonny menutup mulutnya.
"Siapa yang tega berbuat itu?"
"Aku tidak tahu. Sebenarnya aku ditahan tiga hari ini karena disangka membunuh. Kemudian aku dilepaskan karena polisi telah menemukan pembunuhnya."
"Siapa?"
"Aku tidak tahu."
"Kok bisa kau tidak mencari tahu, Rom?"
"Ya,..." aku bingung menjawab.
"Aku curiga padamu, Rom."
Aku mengerutkan kening.
"Curiga apa?"
"Kau tidak sedang bermasalah kan dengan Marysa. Kenapa sikapmu begitu dingin?"
"Dingin?"
"Iya. Dia pacarmu!"
"Aku memang belum tahu siapa yang membunuhnya."
"Kenapa kau malah kemari bukan berusaha mencari informasi pembunuh Marysa?"
Aku gelagapan.
"Kau selingkuh dari Marsya?"
Aku menggeleng kuat-kuat.
Vonny menatapku penuh selidik.
"Jawab dengan jujur. Siapa yang kau cari di kost ini?"
Aku makin dibuat bungkam.

(Bersambung)

Cerita Sebelumnya Novel : Tukar Raga (1)

Menulis adalah Pengorbanan

"Menulis adalah Pengorbanan." Kata Seno Gumira Aji Darma.

Jadi, proses menulis bukan sekedar hal yang biasa-biasa saja. Menulis merupakan kegiatan yang membutuhkan dedikasi. Wajar kalau Seno menyarankan pada penulis pemula untuk memberikan pengorbanan khusus pada kegiatan menulis. Tanpa pengorbanan, tidak akan ada karya yang mungkin tercipta. Sehebat apapun seseorang dalam membuat tulisan. Tetapi dia tidak memberikan kesempatan untuk lahirnya tulisan hebat tersebut. Maka artinya sia-sia.

Memberikan ruang yang istimewa untuk perkembangbiakan karya kepenulisan akan memberikan kesempatan yang besar untuk melahirkan karya-karya. Karya-karya bermutu lahir dari tempaan maha dasyat dari penulis-penulisnya. Tanpa kegigihan, tanpa pengorbanan tidak mungkin karya-karya maestro itu lahir menjadi masterpiece.

Berkorbanlah untuk menulis. Menulis lah untuk mempersembahkan pengorbanan.

Semangat berkarya!


 

(c)2009 Mardiana Kappara . Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger